Penatnya
ibu kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya penuh lika-liku pengendara dari
motor maupun mobil, macet pun tak terbendung kepulan asap hitam terlihat
dimana-mana, tak kalah gedung pencakar langit yang bisa terlihat dari kejauhan.
Mbak tin, begitulah panggilan orang-orang pinggiran kota itu kepada seorang
penjual jamu keliling, dengan lantangnya ia mengayuh sepedanya mengitari berbagai macam komplek maupun gang-gang kecil di setiap sore. Tak ada yang pernah mengira wanita yang dulunya primadona di desanya kini harus rela membanting tulang, tiap hari tak pernah tubuhnya berhenti bergerak itupun demi buah hatinya yang akan menginjak Sekolah Menengah Atas. “Nduk, Ibu mangkat kerjo disek” ucap tina dengan sibuknya tina menyiapkan sepeda yang selalu menemani tiap sore. “Enje buk, ati-ati buk” jawab nia ke ibunya, nia yang saat itu sedang membersihkan halaman.
penjual jamu keliling, dengan lantangnya ia mengayuh sepedanya mengitari berbagai macam komplek maupun gang-gang kecil di setiap sore. Tak ada yang pernah mengira wanita yang dulunya primadona di desanya kini harus rela membanting tulang, tiap hari tak pernah tubuhnya berhenti bergerak itupun demi buah hatinya yang akan menginjak Sekolah Menengah Atas. “Nduk, Ibu mangkat kerjo disek” ucap tina dengan sibuknya tina menyiapkan sepeda yang selalu menemani tiap sore. “Enje buk, ati-ati buk” jawab nia ke ibunya, nia yang saat itu sedang membersihkan halaman.
Tak
tahu mengapa orang-orang masih memanggil tina sebagai mbak tin meski usia nya
sudah menginjak kepala tiga. Di usianya yang sangat mudah dulu ia telah di
jodohkan oleh ayahnya, anak bungsu dari tiga bersaudara ini tak kuasa untuk
menolak permintaan ayahnya. Mungkin bisa di katakan permintaan terakhir ayah
tina. Di perkenalkanlah arif ke tina, keluarga mereka berdua adalah keluarga
berada. Sawah yang luas berhektar-hektar milik ayah tina kelak kan jadi warisan
arif. Suatu ketika ayah tina berpesan ke anak bungsu nya “nduk, kelak bapak
pasti gak ada, bapak pengen kamu itu bahagia. Bapak udah jodohkan kamu dengan
anak teman bapak di kampung sebelah” ujar bapak terhadap tina. Saat itu tina
hanya menundukkan kepalanya, mengisyaratkan ia tidak menolak permintaan
bapaknya.
Di
hari itu setelah tina meninggalkan rumahnya untuk menjual jamu-jamunya, ia
mengitari komplek dan gang yang biasa ia lewati. Seperti biasa langganannya
yang berusia setengah abad menyukai jamu racikan mbak tin ini… Kembali lagi
mengingat perkenalan tina dengan arif, selang beberapa hari bapak tina bilang
tentang perjodohan tersebut. Paginya arif datang kediaman tina, sekedar
berkunjung dan bincang-bincang kesana kemari dengan bapak tina, sampai akhirnya
bapak tina memanggil tina dan sekaligus memperkenalkan tina kepada arif. “ini
loh anak bapak, cantikan?” katanya bangga , “iya pak cantik” jawab arif.
Kemudian bapak tina sedikit menjauh sambil bilang “Tin, ajak arif jalan-jalan
di kebun jeruk” dan hilanglah bapak dari pandangan mereka. Tina pun melangkah
tanpa sepatah kata, jalannya pun sedikit cepat. Di susulnya arif dari belakang,
ia berkata “Kok jalannya cepet banget?” tanpa sepatah kata pun ia melanjutkan
langkahnya. Arif pun sedikit canggung untuk mengajaknya bicara, hingga akhirnya
mereka sampai di kebun milik ayahnya. Di situlah tina baru membalas pertanyaan
arif “Biar cepet sampainya mas” jawabnya singkat dan padat. Arif pun terdiam,
ia pun mendekati tina dan berkata “Hari ini cerah ya?” pertanyaan simple
seperti ini langsung di jawab tina “iya mas, semoga besok juga secerah hari
ini” mendengar itu arif seakan mendengar doa.
Arif
pun mulai menanyakan hal-hal yang lain pikirnya sekedar basa-basi. Hingga
sampai ia menanyakan “Sudah tau sejak kapan tentang perjodohan kita?” … tina
terdiam pandangannya sedikit buram kemudian ia mendengar panggilan “mbak tin,
mbak tin, jamuu” tina pun tersadar dari lamunannya lalu menjawab “Enje mbak,
sekedap malih” ternyata salah satu pelanggannya memanggilnya. Dilayaninya
pelanggan tersebut, terkenalnya mbak tin di sekitaran masyarakat situ. Parasnya
yang cantik dan kepribadiaannya yang baik. Pernah suatu ketika ada ibu-ibu
membeli jamunya dan itupun ngutang, tapi tina tidak pernah mempermasalahkan
itu. Baginya jika mereka membutuhkan biarlah mereka mendapatkannya, toh kita
juga sama-sama manusia yang saling membutuhkan.
Hari
pun sudah berganti malam, tina mengayuhkan sepedanya. Ia teringat akan ucapan
arif “ …….tau sejak kapan tentang perjodohan …” sedikit terdiam lalu lekas tina
menjawab “Baru beberapa hari yang lalu” arif pun mulai mengajak tina ke
obrolan-obrolan yang lain. Larutlah tina akan perbincangan mereka, hingga
matahari berada di atas kepala. Arif pun mengajak kembali ke rumah, pamit lah
dia ke bapak tina. Di situlah tina mulai mengetahui arif, selalu bisa membuat
perbincangan dari yang sedang, kadang bercanda lalu serius. Tina mulai tau
sedikit tentang arif. Setelah selang beberapa bulan hari yang telah di nantikan
telah tiba .. pernikahannya dengan arif sangatlah mewah, meskipun itu di
selenggarahkan di desa. Orang-orang mulai datang, berjibun dari mereka ucap
tina dari dalam hati. Satu tahun kemudian mereka di karuniai seorang bayi
cantik. Berbahagialah mereka akan buah hati mereka yang pertama. Hari-hari pun
berjalan seperti biasa. 2tahun pun berlalu mereka di karuniai anak kedua dan
akhirnya kejadian-kejadian aneh terjadi pada suaminya. Ia pun jarang pulang ke
rumah .. dan suatu ketika ……
Tersadar
dari lamunannya. Malam itu setelah pulang dari berjualan jamu, tina sedang
membersihkan rumah di bantu dengan anak pertama nya Nia dan Anak nya yang kedua
Wahyu masih tertidur pulas. Mengingat anaknya masih berumur belasan. Tina
selalu mengajarkan mereka untuk bersabar, Hasil hari ini lumayan menurut tina,
tak terbayang di hendak nya. Kehidupan nya bakal berubah drastis setelah
sepeninggalan kedua orang tua nya. Suaminya telah di culik oleh wanita lain dan
akhirnya tina di abaikan olehnya.
Kini
tina hanya bisa mengingatnya sebagai kenangan indah. Kini tinggalah dia dengan
sepeda bututnya. Roda sepeda yang selalu berputar menemaninya. Kemanapun ia
melangkah. (fin)
(EPH)
0 komentar